Minggu, 09 Februari 2014

Contoh feature traveling

Feature Traveling/Perjalanan DINGINNYA AIR TERJUN CI JALU Oleh: Maya Marliana
Minggu, 11-Agustus-2013 menjadi libur lebaran yang tidak terlupakan. Saya bersama rombongan remaja putra dan putri Dusun Kamurang jauh-jauh hari sebelum lebaran tiba telah merencanakan liburan atau piknik ke sebuah tempat rekreasi yang paling terkenal di Kota Subang, Jawa Barat. Curug Cijalu namanya, yang berada di Desa Cipancar, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Memang bukan yang pertama kali ke tempat itu. Setiap libur lebaran tiba, pasti ujung-ujungnya piknik ke sana. Tapi tidak pernah bosan dan bahkan ketagihan akan eksotika alam yang dihadirkan setiap berkunjung ke sana. Pagi hari sekitar pukul 07:00 WIB, semua rombongan anak muda-mudi sudah berkumpul di rumahnya Muhyi, dialah panitia piknik tahun ini, sekaligus teman sehari-hariku di rumah. Semuanya sudah berdandan ala gaya remaja yang begitu kental. Setelah mobil siap, kami tak segan lagi untuk segera meluncur sekitar pukul 08:00 WIB. Meskipun hanya menggunakan mobil berekor, tapi tak menyurutkan semangat kami untuk bisa sampai tujuan dan berekreasi di sana. Di mobil pun tak ada habis-habisnya saya bercanda dengan teman-teman sambil ngemil-ngemil. Tidak ada kejadian aneh atau ada hambatan selama di perjalanan. Pukul 11:00 WIB barulah sampai di tempat tujuan. Jarak antara Karawang-Subang sekitar tiga jam. Namun alhasil saat mobil hendak masuk, kemacetan pun tak terhindarkan lagi. Kalau sedang liburan, Curug Cijalu memang selalu padat oleh para wisatawan. Bisa dibayangkan bagaimana panasnya menunggu kemacetan di tengah terik matahari. Saya dan kawan-kawan hanya bisa bersabar menunggu giliran mobil kami untuk bisa melewati gerbang masuk. Setelah hampir satu jam merasakan buruknya kemacetan yang begitu panjang, akhirnya mobil kami bisa masuk gerbang dan terus meluncur sampai ke TKP. Jalanan yang menanjak dan mobil yang ngebut begitu menantang saya. Sampailah di tempat parkiran, kendaraan mobil tidak diperbolehkan terus melaju sampai ke atas, karena itu akan membahayakan. Kami semua turun dari mobil, kemudian saling berjalan kaki untuk sampai ke curug. Inilah hal yang sangat tidak saya senangi, karena untuk bisa sampai ke curug itu menempuh jarak sekitar 100/150 kilometer, menurut perkiraan saya begitu, saya belum begitu ahli dalam mengukur jarak tempuh. Tapi bisa dibayangkan betapa lelah dan capeknya untuk bisa sampai ke curug. Setelah sampai di kebun teh, saya berhenti sejenak karena merasa kelelahan. Akhirnya ada teman saya yang menawarkan saya untuk mengojek motor untuk bisa sampai ke sana, dan saya pun mau, karena saya sudah tidak kuat lagi. Dan akhirnya sampai juga. Teman saya segera membayar jasa ojek, cukup hanya dengan lima ribu rupiah saja. Tapi, belum langsung sampai ke air terjunnya, hanya baru sampai ke tempat yang banyak ditumbuhi pohon cemara, pohon paku dan pohon karet. Seperti hutan. Tempat ini dinamakan Camping Ground. Suasananya pun begitu menyejukkan, karena mendekati air terjun yang begitu dingin. Jika belum tiba waktu liburan, tempat ini sering dijadikan tempat kemping oleh para pemuda-pemuda yang gemar berpetualang. Karena tempatnya menantang dan dekat dengan sumber air. Tempat ini juga sering dijadikan lokasi outbond maupun pelantikan para polisi dan anak-anak sekolah. Kami kembali berjalan untuk bisa sampai ke curug. Jaraknya tinggal sedikit lagi. Yang tadinya penuh dengan keringat dan begitu panas, setelah sampai di sana justru malah sebaliknya. Dingin begitu menusuk meskipun belum sampai ke curugnya langsung. Dari perjalanan menuju curug kita disuguhkan oleh pedagang-pedagang makanan maupun oleh-oleh, yang berjejer di samping pohon-pohon yang rindang. Di atas batu-batu dan rumput-rumput liar yang menambah keasrian eksotika alam yang menyejukkan mata. Ada yang duduk-duduk di sana sambil makan-makan, ada juga yang sambil gitar-gitaran dan nyanyi-nyanyian, dan bahkan ada juga yang duduk sambil mengulurkan dus kecil, alias pengemis liar. Sampailah di tempat tujuan utama, yakni curug atau air terjun yang begitu dingin menggiurkan. Sebelumnya, saya mau cerita sedikit mengenai air terjun yang tingginya 70 meter itu. Menurut cerita, sebelum diberi nama Cijalu, curug itu biasa disebut Curug Cikondang. Namun ketika seorang pendekar (jawara) datang ke daerah ini, akhirnya nama Cikondang diubah menjadi Cijalu. Nama ini perpaduan antara dua kata cai dan jalu dalam bahasa sunda yang berarti air dan susuh. Di sana, teman-teman berbondong-bondong turun ke kolam yang terdapat air terjunnya. Mereka mandi dengan bersuka ria. Awalnya saya sudah niat ingin sekali mandi di sana, namun karena dingin yang begitu menusuk tubuh, saya urungkan niat saya. Saya hanya memainkan air dengan tangan saya. Tetapi teman-teman saya begitu usil menyiram air ke saya sehingga kerudung saya basah sampai ke baju. Sungguh dingin walau hanya sedikit terciprat air yang berasal langsung dari air terjun itu. Saya memang phobia terhadap dingin. Tetapi anehnya, saya senang hujan-hujanan kalau tiba waktu musim hujan. Dan yang sangat saya sesali sampai sekarang, kenapa tidak saya gunakan kesempatan untuk bisa berfoto-foto di air terjunnya. Mungkin dengan alasan, pertama, dekat dengan air, takut HP saya jatuh ke air. Kedua, banyak orang dan susah untuk foto-foto. Ketiga, rasa dingin itu yang tidak dapat dihindari, sehingga susah pegang HP dan hanya saya selipkan di saku celana. Saya hanya foto-foto pas pulang di kebun teh. Setelah teman-teman selesai mandi, mereka langsung memborong pedagang pop mie dan kopi susu. Walaupun saya tidak ikut mandi, saya pun tak mau ketinggalan memesan pop mie dan kopi susu hangat. Uhh.. begitu nikmatnya menyantap pop mie hangat di dekat air terjun dengan segelas kopi susu. Pedagang pop mie di curug cijalu mungkin adalah incaran utama bagi para pengunjung setelah merendam di air yang dinginnya bagaikan es. Air terjun mungkin adalah menu utama di Curug Cijalu ini. Kalau mau ke Curug Cijalu sudah pasti tujuannya adalah mandi di air terjun. Di sana juga terdapat fasilitas yang bisa dijumpai kala memasuki wisata air terjun ini. Seperti: loket karcis, pos jaga, tempat parkir, shelter, tempat sampah, jalan setapak, tempat duduk, mushola, instalasi air, camping ground dan kebun teh yang menyejukkan mata. Setelah bersenang-senang menikmati dinginnya air terjun, kami merilekskan tubuh kami dengan duduk-duduk santai di areal camping ground. Sambil gitar-gitaran dan makan-makan, karena perut memang sudah protes sejak di perjalanan tadi. Setelah berhaha-hihi dengan kawan-kawan sampai tiba waktu sore, kamipun memutuskan untuk pulang. Kembali berjalan kaki menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke parkiran mobil. Kali ini tidak mengojek motor lagi, karena suasana sore yang indah dan sejuk, jadi, jalan kaki pun tidak menjadi masalah. Di sepanjang perjalanan, kami menjumpai kesejukkan kebun teh yang terhampar luas dengan indahnya. Nah, di sinilah waktu saya luangkan untuk foto-foto sebelum kembali ke rumah. Karena badan sudah lumayan rileks dan jauh dari rasa dingin yang menusuk. Suasananya juga tidak terlalu ramai, bahkan yang terlihat hanya pejalan kaki para wisatawan yang hendak pulang. Pukul 20:00 WIB, saya sampai di rumah dengan membawa oleh-oleh tiga ikat buah nanas yang dibelikan oleh teman saya. Sungguh perjalanan piknik yang tidak terlupakan di liburan lebaran kemarin. Karena banyak pengalaman yang saya dapatkan serta kebersamaan dengan teman-teman yang jarang saya jumpai, karena saya lama tinggal di Jogja, dan hanya enam bulan sekali berangkat mudik. Itulah perjalanan yang berhasil saya rekap ulang untuk kenang-kenangan bersama sahabat-sahabat-tercinta.

Minggu, 08 Desember 2013

Contoh Feature Sejarah (Penulisan Feature)


Feature Sejarah
 

MENENGOK PENINGGALAN SEJARAH DI KARAWANG
Karawang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Barat, yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor.  Sekaligus, Karawang merupakan kota kelahiran saya. Bertahun-tahun saya tinggal di kota yang dijuluki kota padi itu, saya baru tahu bahwa ternyata banyak sekali peninggalan sejarah Indonesia yang tertampung di Kota Karawang. Namun sayang sekali, Kota Karawang sedikit peminat wisatawan untuk mengunjungi objek wisata sejarah yang ada di kota yang sekarang dijuluki Kota Pangkal Perjuangan itu. Baiklah, karena saya mencintai kota saya, untuk itu saya ingin menuliskan peninggalan-peninggalan sejarah di Kota Karawang yang saya ketahui, dan tentunya ada beberapa yang sudah pernah saya kunjungi. Untuk menambahkan informasi dan mudah-mudahan banyak peminat untuk ingin mengunjunginya, sehingga Kota Karawang dapat memberikan kesan baik untuk semua bangsa Indonesia.
Karawang yang berjuluk kota padi atau sekarang di sebut dengan kota pangkal perjuangan, memang memiliki  beberapa objek wisata alam dan objek wisata sejarah, mulai dari curug Cijalu yang terletak di selatan Karawang, sampai objek wisata sejarah yang berkaitan erat dengan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Seperti  peristiwa penculikan Soekarno Hatta  ke Rengas Dengklok dan peristiwa pembantaian warga sipil di Rawa Gede, ada juga wisata candi peninggalan Kerajaan Tarumanegara di daerah Batujaya.
Dimulai dari sejarah Monumen Rawagede yang terletak di Kecamatan Rawamerta. Objek wisata Monumen Rawa Gede ini di bangun untuk memperingati  peristiwa pembantaian masyarakat sipil oleh tentara Belanda. Monumen ini di bangun seperti piramida. Sekilas mirip seperti Monumen Jogja Kembali, namun ukurannya lebih kecil. Di komplek monumen ini terdapat puluhan makam warga sipil yang menjadi korban pembantaian Belanda. Bangunan monumen ini memiliki 2 lantai dan di sisi dinding luarnya di hiasi relif perjuangan warga Rawa Gede. Di lantai dasar ada diorama peristiwa pembantaian warga sipil oleh Belanda, sementara di lantai atas terdapat patung seorang perempuan  yang  memangku tubuh anak dan suaminya  yang tewas akibat peristiwa ini, dan di belakang patung ini terdapat puisi yang sudah terkenal milik Chairil Anwar yang berjudul “Karawang Bekasi”. Berikut gambar patungnya.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpv4Fl-85rTjGgwMrheuvklrMoFsWQ21EXDhD2nXNEShaGMKKPbHr0vl96l6OegB0qP7YQTDm3erX_aki1g47OEaczUJUw2TDvMbvFpR5vwF6N0Q0rEQ-6A8QZIcg1riU3zTOvZx24Dyw/s400/DSC07213.JPG

            Destinasi berikutnya adalah monumen kebulatan tekad dan rumah tempat penculikan Soekarno Hatta dan yang ada di Rengas Dengklok.  Monumen kebulatan tekad ini dibuat untuk mengenang peristiwa Rengas Dengklok, yaitu peristiwa “penculikan” Soekarno Hatta, di mana pada peristiwa tersebut telah terjadi kesepakatan untuk memproklamirkan Kemerdekaan RI dengan secepatnya. Di sini sekarang terdapat 2 buah Monumen kebulatan tekad, satu buah monumen lama dan satu lagi monumen baru yang belum selesai pengerjaannya. Di bawah ini bisa kita lihat gambar monumen kebulatan tekad yang baru, yaitu patung tiga tangan yang bersamaan menjunjung tinggi ke atas sebagai bentuk semangat para pejuang Indonesia di zaman dulu, yang berharap bisa menjadi inspirasi semangat juang bagi generasi muda masa kini.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAw0WsZeGW0wVJk4llLs2ZWvvW63xC7dHWJheIry8zoRle4l3bktYFh4z66uidvP_Szi9o9_77D8J1tFAXFFz5IbemA_lFSN4x6hWguOWY1xm9hTTxxxTn1U7on6ajb0LfYIQEgLiZOl8/s1600/DSC07283.JPG
            Monumen ini lebih dikenal dengan sebutan Tugu Bojong, karena terletak di daerah Bojong Rengas Dengklok. Daerah yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah saya. (Hanya dengan mengendarai motor selama 30 menit dari rumah saya bisa sampai ke daerah yang bersejarah itu). Di dekat monumen itu terdapat sebuah pandopo, yaitu tempat duduk yang melingkar seperti rumah, namun tidak berdinding, guna untuk persediaan bagi para pengunjung objek wisata. Di tengahnya ada sebuah lapangan yang setiap tahun dijadikan tempat upacara kemerdekaan. Setiap sore tempat itu selalu ramai oleh anak muda, dan anak-anak sekolahan. Karena tempatnya yang sejuk dan nyaman, dan tempat itu pula sebagai tempat tongkrongan favorit bagi anak-anak daerah Bojong, termasuk saya sendiri suka sekali nongkrong di tempat itu, sambil melihat pemandangan monumen kebulatan tekad peninggalan pahlawan Negara Indonesia ini.
Setiap wisatawan yang berkunjung ke Monumen kebulatan tekad (khususnya yang lama) di haruskan mengisi buku tamu dan membayar sumbangan suka rela. Dulunya Monumen kebulatan tekad ini adalah rumah tempat “penculikan”  Soekarno Hatta, namun setelah terjadi  musibah banjir besar sungai citarum, rumah itu rusak dan di pindahkan ke tempat yang lebih aman.  Di monumen ini terdapat relif yang menggambarkan proses pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno Hatta.
            Tak jauh dari sana,  sekitar 500 meter terdapat rumah bekas “penculikan”  Soekarno Hatta yang sudah di pindahkan. Bangunan rumah ini masih di pertahankan bentuk aslinya yang bergaya betawi dan  di dominasi warna putih dan hijau. Di rumah ini terdapat tiga ruangan yang bisa di lihat (sementara ruangan yang lain di pergunakan oleh pemilik rumah).  Tiga ruangan itu terdiri dari dua buah kamar bekas Soekarno Hatta, semetara satu ruangan lagi adalah ruang tamu. Di kamar yang menjadi bekas  Soekarno Hatta masih dipertahankan bentuk aslinya, sementara di ruang tamu terdapat foto – foto Soekarno Hatta serta pemilik rumah yang bernama Djiaw Kie Siong.
Berikut ini adalah hasil gambarnya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFRQeje9SULQkfhpz-CW0ifsDWdYbkbRNG7VoxuHrpxDS2If0KVIcRnlY4VKQ-wqJW_-pZGzTPdAI7y6Hg6LrvB0zOkQ-0gRVZXF0_Xs0_XIwQJsCa-kdY4qG19OoQv055Bk2XObQfm-M/s1600/DSC07335.JPG

            Demikianlah peninggalan-peninggalan sejarah Indonesia yang terdapat di Kota Karawang. Sebetulnya sangat disayangkan karena peminat wisatawan sangat sedikit untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah itu. Apalagi banyak rumor yang menyatakan bahwa banyaknya tempat-tempat yang bersejarah kini menjadi tempat pelecehan dan sangat tidak terhormat. Namun, sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, kita harus tetap melestarikan dan merawat peninggalan warisan sejarah dari leluhur kita atau para pahlawan yang sudah berjuang membela Negara Indonesia, sehingga menjadi merdeka. Dari peninggalan-peninggalan sejarah Indonesia di berbagai kota, membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa peperangan merebut kemerdekaan pada zaman dulu memang benar-benar ada dan terjadi. Untuk itu kita semua harus tetap mengenang para pahlawan dengan tetap menjaga, menghargai, serta melestarikan warisan peninggalan sejarahnya.